PONTIANAK - Memiliki rumah sendiri masih menjadi impian yang sulit diraih bagi banyak masyarakat, terutama kalangan berpenghasilan rendah. Meskipun pemerintah telah menyediakan program rumah subsidi, keterbatasan daya beli masyarakat tetap menjadi hambatan utama.
Tukirin Suryo Adinagoro, pengembang perumahan yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Perumahan Indonesia (APPERINDO), mengungkapkan bahwa penghasilan masyarakat seringkali hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, membuat mereka tidak mampu mengakses perumahan subsidi tipe 36 sekalipun.
Daya Beli Lemah dan Risiko KPR Macet
Tukirin menyoroti upaya pemerintah pascapandemi yang telah menggelontorkan dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp130 triliun, sebagian besar dialokasikan untuk sektor riil seperti pengembang dan kontraktor. Namun, masalah muncul ketika rumah-rumah yang dibangun tidak laku karena daya beli masyarakat masih lemah.
Kondisi ini membuat perbankan enggan menyalurkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) karena khawatir dengan tingginya risiko kredit macet. Situasi ini menciptakan lingkaran setan di mana pengembang kesulitan menjual properti, dan masyarakat kesulitan memiliki hunian layak.
Skema Inovatif: Rumah Tumbuh Tanpa DP
Sebagai solusi yang inovatif, Tukirin mengusulkan konsep Rumah Tumbuh dengan angsuran yang sangat terjangkau dan tanpa uang muka (DP).
Skema yang diusulkan adalah:
Angsuran Awal Ringan: Angsuran bulanan dimulai dari Rp600.000 hingga Rp800.000.
Konsep Dasar: Pembeli memulai dengan rumah sederhana yang terdiri dari satu kamar, satu ruang tamu dan ruang keluarga yang digabung dengan dapur, serta satu kamar mandi/WC.
Pengembangan Bertahap: Pemilik dapat mengembangkan rumahnya secara bertahap (Rumah Tumbuh) ketika kondisi keuangan membaik. Pengembangan dapat berupa penambahan kamar, ruang keluarga permanen, dapur, ruang tamu outdoor, dan garasi.
Tukirin menjelaskan bahwa pada akhirnya, rumah awal yang dibeli akan bertransformasi menjadi kamar tidur, WC, dan ruang keluarga, karena penambahan komponen lainnya dilakukan secara mandiri oleh pemilik. Konsep ini diharapkan dapat memberikan solusi ganda. Bagi masyarakat, mereka dapat memiliki tempat tinggal layak tanpa terbebani angsuran tinggi.
Di sisi pengembang, konsep ini diharapkan dapat menjadi katalis agar perumahan yang selama ini sulit terjual menjadi laku dan banyak permintaan, sehingga sektor riil kembali bergerak.
“Bank juga dapat lebih percaya diri menyalurkan KPR karena risiko kredit macet dapat diminimalisir,” harap Tukirin.