"Bahkan di surat kepemilikan bangunan mereka menyatakan, bangunan berada di atas lahan pemerintah kota. Sama saja surat tersebut sebagai pengakuan," ujar Rusni.
Dia berharap, koleganya di Satpol PP melakukan upaya tegas. Pasalnya, surat peringatan (SP) sudah sejak lama dikeluarkan pemko.
"Asal tahu saja, SP 1 dikeluarkan sejak sudah sangat lama. Saya ingat betul sekitar bulan Mei-Juni,” tukasnya.
Tindakan pembongkaran ketika itu sempat tertunda pasca keluarnya lagi SP 2. Saat itu pemilik bangunan memohon kepada DPRD agar menunda eksekusi. DPRD pun menyetujui dengan alasan menjelang perayaan HUT Kota Banjarmasin.
"Suratnya pun mereka memohon untuk ditunda. Kalau kami menyimpulkan, kata memohon itu, artinya mengakui bukan tanah mereka," imbuhnya.
Rusni berani menjami, lahan tersebut sudah milik pemko. Karena masa 14 hari konsinyasi di pengadilan tak ada gugatan.
"Ini pegangan kami. Apalagi dalam konsinyasi tak ada istilah banding. Mereka bisa banding jika gugatan yang dilayangkan dalam masa 14 hari itu,” tambahnya.
Lebih jauh Rusni mejelaskan, menunggu 14 hari setelah tim appraisal menilai bangunan. Warga malah tak mengajukan gugatan. Karena itu pihaknya lah yang ke pengadilan untuk menitipkan uang pembayaran.
"Ketika dititipkan, artinya sudah ingkrah. Lucunya setelah inkrah, mereka malah menuntut. Kasusnya berbeda lagi,” pungkasnya. (mof/at/nur)