Sumber PAD yang didapat dari pajak daerah maupun dana perimbangan pusat dan bagi hasil royalti terus mengerut. Ditambah lagi wacana dipangkasnya kewenangan perizinan pemerintah daerah yang dialihkan ke pusat, membuat sumber pendapatan daerah kian seret. Akibatnya, setiap tahun nilai APBD kemangkinan terus mengecil.
Di Pemprov Kalsel misalnya, Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kalsel mencatat, untuk menangani Covid-19 pada tahun ini daerah telah menyiapkan anggaran sekitar Rp381 miliar hasil dari refokusing.
"Dari Rp381 miliar ini, sesuai dengan SK Gubernur tentang penggunaan belanja tak terduga hanya Rp300 miliar yang digunakan. Sedangkan Rp81 miliar masih dicadangkan," kata Plt Kabid Anggaran pada Bakeuda Kalsel, Ideris.
Tahun ini sendiri, dia mengungkapkan, setelah perubahan, komponen pendapatan daerah pada APBD Kalsel sebesar Rp6,6 triliun. Sedangkan belanja sekitar Rp7,7 triliun. "Komponen ini akan berkurang pada rancangan APBD 2021 nanti," ungkapnya.
Penurunan anggaran pendapatan dan belanja pada RAPBD Tahun 2021 menurutnya dikarenakan adanya penurunan pendapatan dari komponen dana transfer pusat, termasuk Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Insentif Daerah (DID) Tahun 2021.
Dia mengungkapkan, pada RAPBD 2021 komponen pendapatan daerah disusun sebesar Rp5.412.973.074.670. Angka ini mengalami penurunan sebesar Rp126.716.863.341 atau 2,29 persen dibandingkan dengan APBD Tahun 2020.
Sedangkan komponen belanja daerah sebesar Rp5.462.973.074.011, mengalami penurunan sebesar Rp 426.716.863.341 atau 7,25 persen dibandingkan dengan APBD Tahun 2020.
Lalu berapa anggaran yang dikhususkan untuk penanganan Covid-19 pada RAPBD 2021? Ideris menyampaikan bahwa saat ini masih dalam tahap perhitungan. "Karena kita masih melihat bagaimana kondisi ke depan. Kalsel sendiri sudah keluar dari zona merah Covid-19, kemungkinan beban tidak sebesar tahun ini," ucapnya.
Lanjutnya, dalam penanganan pagebluk Covid-19, kemungkinan tahun depan Pemprov Kalsel tinggal mengantisipasi dampak ekonominya. Seperti melakukan pemulihan ekonomi dan menyiapkan jaring pengaman sosial (JPS). "Untuk kesehatan mungkin sudah dipenuhi pemerintah pusat dalam rangka vaksinasi. Artinya dalam bidang kesehatan bisa kita minimalisir pembiayaannya," ujarnya.
RAPBD 2021 sendiri kata dia, saat ini masih dalam proses penyempurnaan. Pihaknya menargetkan pada 16 November sudah disetujui DPRD Kalsel. "Kalau sudah disetujui tinggal penetapan perda dan pergub-nya," katanya.
Dengan turunnya anggaran pendapatan dan belanja pada 2021, Ideris menyebut bahwa dana hanya digunakan untuk kegiatan prioritas. Seperti operasional kantor dan dalam rangka pelayanan masyarakat. "Pembangunan mungkin dikurangi. Termasuk pembangunan kantor SKPD yang selama ini ingin pindah, dari Banjarmasin ke Banjarbaru mungkin ditunda dulu," ujarnya.
Dia menuturkan, saat ini ada beberapa SKPD yang sudah mengajukan pembangunan kantor di Perkantoran Pemprov Kalsel di Banjarbaru. Di antaranya, Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Pariwisata dan lain-lain.
Penghematan memang perlu dilakukan daerah, karena selain turunnya APBD, pemerintah membuka wacana ingin menghapus pungutan royalti tambang. Rencana tersebut tertuang dalam Omnibus Law Cipta Kerja. Kalau memang ini disahkan, tentu akan berat bagi Banua. Sebab, selama ini Kalsel sangat bergantung dengan dana bagi hasil bukan pajak (BHBP) dari mineral dan batubara (minerba).
Kabid Pengelolaan Pendapatan Daerah pada Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Kalsel Rustamaji mengatakan, apabila royalti tidak lagi dibagikan ke daerah. Apalagi ke Kalsel, sebagai penghasil batubara, maka akan terjadi penggerusan pendapatan daerah dari dana BHPB.
"Dengan begitu, APBD bakal terkoreksi negatif pada pos pendapatan tersebut. Karena Kalsel lumayan bertumpu dengan royalti dari sektor sumber daya alam (SDA)," katanya.