• Senin, 22 Desember 2025

Tak Ada Perhatian, Pemda Berdalih Refocusing Anggaran

Photo Author
- Kamis, 18 November 2021 | 09:31 WIB
TERJANG BANJIR: Warga Desa Masiraan, Kecamatan Pandawan menerjang banjir melintasi jalan desa. | FOTO: JAMALUDDIN/RADAR BANJARMASIN
TERJANG BANJIR: Warga Desa Masiraan, Kecamatan Pandawan menerjang banjir melintasi jalan desa. | FOTO: JAMALUDDIN/RADAR BANJARMASIN

Salasiah (66) warga Desa Masiraan RT 2, Kecamatan Pandawan, Hulu Sungai Tengah (HST) tinggal bersama anak lelakinya Abdul Mazid (45) dan suaminya yang sakit-sakitan Said Arifin (65) tahun. Rumah kayu yang mereka tempati terendam banjir selama tiga hari. Ironisnya tak ada bantuan apapun dari pemerintah setempat.

- Oleh: JAMALUDDIN, Barabai

Ditemui Rabu (17/11) sekira pukul 14.00 Wita, Salasiah (66) menceritakan caranya bertahan dari banjir yang mengepung rumahnya. Sambil berjalan tertatih-tatih dia menunjukkan seluruh sudut rumahnya yang kotor bekas endapan lumpur. Ternyata, sudah tiga hari dua malam dia tidur di atas ranjang di atas air banjir.

Melihat ke dalam rumah, tak terlihat benda berharga apapun. Meja, kursi, apalagi kulkas. Di dalam rumahnya hanya ada dua tempat tidur dan dua lemari pakaian. Lantai rumah yang terbuat dari papan juga mulai reot. Tiap kali berjalan di atasnya mengeluarkan bunyi “ngik-ngik”.

Bahkan anak lelakinya, Abdul Mazid (45) harus tidur di atas loteng dari papan. Karena dua ranjang tidur digunakan kedua orangtuanya. Untuk makan selama banjir, dia hanya memanfaatkan bahan pokok yang ada, sedangkan minum memasak air hujan yang ditampung di tong.

“Masak telur dan nasi dan masih ada simpanan ikan kering. Itu yang kami makan sekeluarga,” kisahnya.

Rumah Salasiah memang tepat berada di pinggir Sungai Barabai. Hanya dipisahkan dengan jalan utama desa. Tak ayal jika Sungai Barabai meluap rumahnya selalu terendam. Tahun ini sudah dua kali rumahnya terendam. Awal Januari tadi paling parah, ketinggian air hampir sampai ke atap rumah.

“Sekarang hanya 1 meter, tapi karena tiga hari tidak hujan air terus surut. Semoga jangan hujan lagi,” harapnya.

Sampai kemarin, air masih menggenangi rumah Salasiah. Kabar baiknya di dalam rumah sudah tidak tergenang. Namun di depan teras rumah ketinggian air masih setinggi lutut orang dewasa. “Dari hari Senin tidak ada bantuan sama sekali. Baru hari ini tadi ada bantuan air mineral satu kardus dari relawan,” bebernya.

Rumah Salasiah letaknya juga sangat jauh dari rumah warga lainnya. Jaraknya kurang lebih 200 meter baru ada rumah lagi. Kisah Salasiah ini semakin membuat hati penulis terenyuh. “Di sini memang langganan banjir, tapi kami juga bingung kalau mengungsi harus kemana?” ucapnya seraya berharap hujan tidak turun lagi.

Selain Salasiah, seluruh warga Desa Masiraan mengalami nasib yang sama. Sejak banjir hari Senin 15 November lalu, belum ada bantuan pemerintah yang sampai. Di Desa Masiraan ada 208 Kepala Keluarga (KK) dan 739 jiwa yang terdampak.

Desa ini merupakan desa yang letak geografisnya berada di dataran rendah. Otomatis air luapan sungai paling lambat surut. Jaraknya dengan pusat kota Barabai hanya 7 kilometer.

Mantan Pembakal Desa Masiraan, Samsudin mengatakan diperlukan waktu 4-5 hari air di desanya surut. Itupun jika tidak terjadi hujan. “Kalau hujan lagi bisa satu minggu,” katanya.

Samsudin mengatakan banjir bulan November ini memang tidak separah awal tahun lalu. Khususnya di RT 1 dan 2 ketinggian air bervariasi. Paling parah hanya di RT 3 dan 4, kemarin ketinggian air masih 1 meter lebih.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kabupaten Banjar Sumbang Kasus HIV Tertinggi di Kalsel

Jumat, 12 Desember 2025 | 11:10 WIB
X