SAMPIT – Proyek pembangunan Pelabuhan Laut Teluk Segitung di Kabupaten Seruyan jadi ”bencana” hukum bagi mantan penguasa di wilayah itu. Dua bupati sekaligus dengan periode berbeda terseret jadi tersangka, yakni Darwan Ali dan Sudarsono. Di sisi lain, meski bermasalah, fasilitas strategis itu nyatanya jadi pintu gerbang ekonomi Seruyan.
Sudarsono yang menjabat Bupati Seruyan periode 2003-2013 bersama wakilnya Yulhaidir (Bupati Seruyan sekarang), jadi kepala daerah pertama kabupaten pemekaran Kotawaringin Timur itu yang terseret masalah hukum pelabuhan tersebut. Dia jadi tersangka dalam kasus proyek pelabuhan yang diusut Mabes Polri pada 2016 silam.
Berdasarkan arsip pemberitaan Radar Sampit, penetapan tersangka Sudarsono dimulai dari gugatan PT Swa Karya Jaya (SKJ) di Pengadilan Negeri Sampit. PT SKJ memperkarakan proyek pembangunan pelabuhan itu secara perdata.
Penggugatnya Miming Apriliyanto, Direktur Utama (SKJ). Tergugat I Pincianto, yang kala itu menjabat Kadishubkominfo Seruyan dan tergugat II Bupati Seruyan Sudarsono.
Pengadilan Negeri Sampit pada 3 Mei 2013 memutuskan menghukum Pincianto dan Sudarsono secara tanggung renteng membayar sisa pekerjaan proyek pembangunan Pelabuhan Teluk Segintung pada 2007-2010 sebesar Rp 34.747.400.000. Putusan itu berkekuatan hukum tetap.
Mengacu putusan tersebut, Pemkab Seruyan mengalokasikan anggaran Rp 34.747.400.000 dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) 2014 melalui Dishubkominfo Seruyan untuk pos belanja langsung/modal di APBD Perubahan 2014. Dana itu disimpan di Bank Pembangunan Kalteng Cabang Kuala Pembuang.
Namun, Sudarsono dan Pincianto tidak melaksanakan putusan itu, sehingga uang itu disita (eksekusi) PN Sampit dan dititipkan di Bank Pembangunan Kalteng cabang Kuala Pembuang pada 3 November 2014.
Dana yang sudah disita pengadilan itu malah dijadikan sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa). Alasannya, anggaran tidak terserap dan dianggarkan kembali pada APBD tahun berikutnya, sehingga dana itu tidak ada lagi dalam DPPA 2014 Dishubkominfo pada pos belanja itu sejak disahkannya Perda Seruyan Nomor 6 Tahun 2014 tertanggal 30 Desember 2014 tentang APBD 2015.
Sementara itu, dalam kasus pidananya, Miming melaporkan empat orang yakni Sudarsono, Taruna Jaya, Pincianto, dan Alfiansyah (pimpinan Bank Pembangunan Kalteng cabang Kuala Pembuang). Dari laporan itu, Mabes Polri menetapkan Sudarsono sebagai tersangka.
Sudarsono tak berdiam diri. Dia memberikan perlawanan dengan mengirim surat ke sejumlah petinggi negeri. Mulai dari Kapolri hingga Presiden RI, meminta perlindungan hukum. Selain itu, menyiapkan skenario praperadilan apabila diperlukan untuk menghentikan kasus tersebut.
Sudarsono yang terpilih jadi Bupati Seruyan lewat jalur perseorangan itu menegaskan, tidak dilakukannya pembayaran sebesar Rp 34,7 miliar kepada PT Swakarya Jaya selaku rekanan pembangunan Pelabuhan Segintung bukan atas kehendak Pemkab Seruyan atau bupati selaku pimpinan daerah.
”Ini tidak atas kehendak kita, tapi atas kehendak institusi bahwa tidak membayar itu juga atas kehendak institusi, yakni BPK selaku auditor negara sebagaimana diatur dalam undang-undang,” katanya, 6 April 2016 lalu, seperti dikutip dari Kantor Berita Antara. Hingga kini, kasus itu tak ada kejelasan sampai Sudarsono meletakkan jabatannya 2018 lalu.
Setelah Sudarsono, masalah hukum berlanjut pada Darwan Ali, Bupati Seruyan dua periode sebelum Sudarsono. Darwan diduga menerima uang dari PT SKJ selaku rekanan proyek sebesar Rp 687,5 juta. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, uang itu diberikan kepada Darwan melalui anaknya dengan cara transfer beberapa kali pada 2009 lalu.
Dalam perkara tersebut, KPK mengidentifikasi adanya praktik politik transaksional. Itu sejalan dengan dugaan bahwa PT SKJ yang mengerjakan proyek itu merupakan pihak yang mendukung Darwan saat pilkada. Negara dirugikan sekitar 20,84 miliar dari kasus itu.
Gerbang Ekonomi