SAMPIT – Perlawanan tersangka kasus pembunuhan terhadap Nur Fitri, Acn, masih berjalan di Pengadilan Negeri Sampit. Tersangka menghadirkan istrinya sebagai saksi, Wi. Dalam sidang itu, sang istri menyebut bahwa suaminya dipaksa mengaku sebagai pelaku pembunuh Fitri.
Wi menuturkan, sebelum penangkapan suaminya pada 8 Oktober 2020, sekitar pukul 15.00 WIB, dia pergi ke Sebabi, Kecamatan Telawang dan pukul 18.00 WIB. Dia mendapati suami sudah tak ada di rumah.
”Saya telepon tidak ada jawaban. Saya chat tidak dibalas. Saya dan anak-anak, serta teman saya mencari keliling Sampit, namun suami saya tidak ditemukan,” katanya, Rabu (30/12).
Keesokan harinya, sekitar pukul 03.00 WIB, lanjut Wi, suaminya menelepon dan hanya menginformasikan berada Polres Kotim. Pukul 09.00 WIB, Wi mendatangi Polres Kotim menemui suaminya.
”Suami saya bilang, dia bingung kenapa dijadikan tersangka dan dia mengaku dipaksa mengakui telah membunuh almarhum Nur Fitri," katanya.
Saat itu, tutur Wi, dia menerima surat penahanan dan menolak tanda tangan. ”Pagi itu juga saya membawakan nasi untuk suami saya dan baru dua suap langsung disuruh cepat-cepat melakukan rekonstruksi. Saya tidak diperbolehkan ikut,” ucapnya.
Pada 10 Oktober, Wi kembali mendatangi Polres Kotim. Saat itu Acn sudah mendekam dalam sel tahanan Polres Kotim. Menurut Wi, pada 2017 lalu, suaminya sempat diperiksa sebagai saksi. Dan selama tiga tahun, Acn tidak pernah meninggalkan Sampit. Bahkan, saat dipanggil polisi dia selalu hadir dan kooperatif.
Hermanto, ketua RT tempat tinggal Acn dalam keterangannya mengaku tak mendapat kabar terkait penangkapan terhadap Acn. ”Saya tahu Acn ditangkap setelah beberapa hari ada warga saya yang memberi tahu. Jarak rumah saya dengan Acn kurang lebih 30 meter,” kata Hermanto dalam kesaksiannya.
Saksi lainnya, Supriadi mengatakan, istri Acn sempat ke kantor polisi melaporkan kehilangan suaminya, namun diminta menunggu sampai 24 jam. ”Saat pukul 03.00 WIB, baru diberitahukan pihak Polres Kotim bahwa Pak Acin ditangkap,” katanya.
Sementara itu, dalam replik yang diajukan pemohon, mereka mempertanyakan mengapa kasus itu baru ada penetapan tersangka. ”Apakah ada bukti baru?” kata salah satu kuasa hukum tersangka, Frans Sisu Wuwur.
Dia mengatakan, penangkapan tersangka baru dilakukan pada 8 Oktober 2020, sementara korban meninggal pada 14 Oktober 2017. Selama tiga tahun silam, berita acara pemeriksaan (BAP) telah selesai dan telah diperiksa secara patut dan layak secara forensik dan bukti- bukti lain yang mendukung telah lengkap.
”Pemohon mempertanyakan mengapa baru ditangkap tahun 2020? Apakah ada bukti baru dari termohon atau masih tetap pada BAP sebagai saksi yang telah diduga sebagai pelaku kejahatan atas korban Nur Fitri? Oleh sebab itu, pemohon mencurigai ada apa di balik kasus pembunuhan ini, sehingga pemohon baru ditangkap setelah tiga tahun lamanya. Itulah yang sampai saat ini masih menjadi misteri dan menjadi pertanyaan publik. Apakah benar pemohon itu sebagai pembunuh ataukah masih diduga? Mohon pertimbangan majelis hakim dalam memeriksa perkara praperadilan ini,” tegasnya.
Di sisi lain, kuasa hukum Acn juga menyebut tindakan aparat sewenang-wenang, seakan-akan urusan tugas dan perintah penangkapan merupakan harga mati terhadap permohonan yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun.
”Sehingga jawaban dari termohon (Polres Kotim, Red) tidak tersirat secara arif dan bijaksana tentang prosedur penangkapan sesuai KUHAP,” jelasnya.