Kuasa hukum Acn meminta majelis hakim mempertimbangkan jawaban Polres Kotim tentang peristiwa hukum sebagai fakta hukum, khususnya penangkapan terhadap Acn. Praperadilan dinilai sudah tepat dan benar dan kuasa hukum Acn menolak seluruh dalil Polres Kotim, baik dalam eksepsi maupun dalam jawaban pada 28 Desember 2020.
Menurut Frans, penjelasan perwakilan Polres Kotim yang mengatakan sangat rancu dan tidak jelas, merupakan suatu argumentasi hukum yang tidak dapat dibenarkan oleh hukum dengan mencoba kembali meruntuhkan wewenang praperadilan yang diatur KUHAP terkait hak-hak pemohon, khususnya yang tersirat dalam KUHAP.
Kuasa hukum Acn lainnya, Videlis M, mengatakan, jawaban Polres Kotim sebagian ada yang menutup rapat ruang hak asasi pemohon yang dijamin KUHAP, yang meminta pemohon menjalankan sarana hukum yang absurd untuk melapor ke Propam atau kode etik Profesi Polri yang tidak ada hubungan hukum antara etika profesi penegak hukum dengan hak asasi pemohon.
”Di sinilah letak interprestasi yang tidak mendasar dan mengaburkan permohonan praperadilan pemohon, bahkan mengarahkan pemohon untuk menjalankan sarana yang telah pemohon uraikan dalam dalil permohonan,” jelasnya.
Sementara itu, Polres Kotim selaku termohon dalam duplik praperadilan yang disampaikan kuasa hukum dari Bidang Hukum Polda Kalteng, yakni Kompol F Sukarinaldo, AKP Aji Suseno, Aipda Fatkhur Rozy, dan Aipda Hamid Fakhrida, menyatakan, berpegang pada dalil dalam sidang sebelumnya. Pasalnya, penangkapan, penahanan, penetapan tersangka, maupun penyitaan barang bukti dinilai sesuai aturan yang berlaku.
”Kuasa hukum terdakwa selaku pemohon sama sekali tidak menjelaskan dasar hukum yang dijadikan permohonan, terkait pernyataan saksi dijadikan tersangka tidak sah. Karena tidak menyebutkan dasar hukumnya apa, sehingga bisa mengatakan penangkapan itu tidak sah," kata Sukarinaldo.
Dalil pemohon, lanjutnya, terlalu didramatisir dengan mempertanyakan tersangka pembunuhan masih jadi misteri, karena itu bisa menggiring opini publik. Dia menegaskan, pengadilanlah yang bisa memutuskan yang bersangkutan dinyatakan sah sebagai tersangka atau dibebaskan karena tidak terbukti bersalah.
”Majelis hakim harus menyatakan tidak menerima atas replik pemohon, karena tidak konsisten dan penafsirannya menyesatkan," ujarnya. (ang/ign)