Di lokasi itu tak terlihat bangunan seperti pondok atau warung remang-remang, tempat mereka melayani pria hidung belang. Dari pengakuan wanita tersebut, mereka memang tidak menyediakan kamar atau ruangan.
”Tidak ada mas (kamar, Red). Kalau mau, di sana,” ujarnya sambil mengangkat telunjuknya ke arah semak belukar.
Kepada Radar Sampit, wanita itu mengaku sebagai pendatang. Dia sudah hampir satu setengah tahun berada di Kotim sebagai pekerja seks komersial. ”Dari Jawa,” ujarnya sambil memperhatikan pengendara yang melintas.
Radar Sampit yang tak langsung memastikan menerima tawarannya, membuat wanita itu jaga jarak dan berusaha mencari mangsa lainnya. Setelah meninggalkan wanita itu, Radar Sampit lalu melanjutkan perjalanan ke arah kantor Kecamatan Mentawa Baru Ketapang.
Sebelum sampai kantor kecamatan, Radar Sampit menyinggahi sebuah warung remang-remang. Seorang wanita berpakaian seksi duduk santai di warung itu. Dia terlihat menunggu lelaki yang mau berkencan dengannya.
Saat dibincangi, wanita tersebut bersedia menyebutkan namanya, namun tak mau mengatakan usianya. Yang jelas, dari wajahnya, dia masih muda.
Warung tersebut tak diterangi cahaya lampu dari listrik. Menurutnya, kondisi demikian justru lebih menarik bagi pria hidung belang,
”Justru remang-remang begini mas yang banyak didatangi mereka,” tuturnya.
Fasilitas di warung itu terlihat cukup lengkap. Ada dua kamar khusus untuk berkencan. Posisinya berada di belakang warung. Satu kamar tertutup seperti pondok kecil dilengkapi kasur dan satu bantal. Kamar lainnya lebih terbuka, hanya beralaskan papan dan beratap terpal.
”Kalau kamar pondok itu tarifnya Rp 150 ribu. Kalau kamar satunya itu buat harga di bawah mas,” katanya.
Wanita itu mengungkapkan, sebelum pandemi Covid-19, mereka kerap dihampiri orang yang mengaku petugas. Namun, oknum petugas itu datang bukan untuk menertibkan, melainkan meminta uang kepada para PSK tersebut.
”Mereka (oknum petugas, Red) datangnya malam hari, mengenakan pakaian seragam. Paling banyak kami kasih mereka Rp 50 - Rp 100 ribu,” katanya.
Menurut wanita itu, petugas tidak akan tega melakukan penertiban, apalagi merobohkan tempat prostitusi berkedok warung remang-remang itu.
”Ini buktinya kami ada di sini. Lagian, kalau dirobohkan, toh pasti kami bangun kembali, karena kami niatnya bekerja. Sekarang di masa pandemi ini, petugas sudah jarang datang kemari. Kami merasa bersyukur sekali,” ucapnya.
Saat jarum jam menunjuk pukul 02.00 WIB, wanita muda ini mulai merapikan barang dagangannya, seakan memberikan kode bahwa dia ingin menutup warung tersebut.