• Senin, 22 Desember 2025

Bongkar Pabrik Arak Tengah Kota , Temukan Bangkai Tikus dan Ulat dalam Proses Fermentasi

Photo Author
- Rabu, 5 Mei 2021 | 17:30 WIB
ADA TIKUS: Wakil Bupati Kotim Irawati membuka salah satu panci yang digunakan untuk proses pembuatan miras, Senin (3/5). Dalam panci itu, Irawati mendapati bangkai tikus dalam air yang diduga hasil fermentasi untuk arak.(GUNAWAN/RADAR SAMPIT)
ADA TIKUS: Wakil Bupati Kotim Irawati membuka salah satu panci yang digunakan untuk proses pembuatan miras, Senin (3/5). Dalam panci itu, Irawati mendapati bangkai tikus dalam air yang diduga hasil fermentasi untuk arak.(GUNAWAN/RADAR SAMPIT)

SAMPIT – Genderang perang dikobarkan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Timur (Kotim) terhadap para mafia minuman keras. Pemberantasan miras ilegal beserta pabriknya kian ganas dilakukan. Bisnis haram itu bahkan dijalankan di tengah permukiman.

Wakil Bupati Kotim Irawati mendapati langsung pabrik arak yang dibangun di wilayah perkotaan, Senin (3/5). Letaknya berada di Jalan Gunung Semeru, sekitar 500 meter dari mulut Jalan Tjilik Riwut Sampit. Pabrik sekaligus gudang miras itu menggunakan sebuah rumah yang dipagari seng. Bersebelahan dengan rumah warga yang dibatasi tembok.

Irawati yang turun langsung menjelang dini hari itu, mendapat laporan keberadaan pabrik tersebut dari masyarakat melalui media sosial. Tak banyak petugas yang turun. Dia hanya ditemani sejumlah petugas Satpol PP Kotim dan beberapa personel polisi. Hal itu untuk menyiasati bocornya razia seperti operasi sebelumnya.

Meski menggerebek dengan jumlah personel terbatas, Irawati dan petugas tak mendapati seorang pun di lokasi pabrik itu. Awalnya mereka tak bisa masuk karena pagar seng digembok. Petugas lalu merusak gembok berantai besi tersebut.

Setelah memeriksa sekitar rumah yang saat gelap gulita tersebut, Irawati dan timnya masuk melalui jendela samping kiri. Petugas harus menjebol jendela ruangan tengah berterali besi itu sebagai pintu masuk.

Aroma tapai busuk langsung menyeruak. Masker yang digunakan tak mampu menahan bau menyengat khas arak itu. Kondisi rumah berdebu, jauh dari kata bersih dan sehat. Tempat pembuatan arak itu berada di dapur dan belakang rumah.

Di dapur, ada tiga panci besar yang diduga jadi salah satu tempat proses pembuatan miras. Di salah satu panci, Irawati mendapati bangkai tikus dalam air hasil fermentasi. Ada pula bahan fermentasi miras dalam sebuah ember besar yang dipenuhi ulat. Irawati menduga proses fermentasi menggunakan pupuk urea.

”Jadi, ini yang diminum oleh warga yang membeli miras. Ada tikus, pakai air comberan, pupuk urea yang dibuat dari kotoran hewan,” ujarnya.

Di bagian belakang rumah, ada belasan drum biru yang dipakai untuk tempat proses pembuatan arak beserta alat penyulingan. Hasil fermentasi berupa arak putih disalin di jeriken berkapasitas sekitar 30 liter. Ada sekitar 20 jeriken untuk penyimpanan arak yang diletakkan di depan rumah.

Untuk penjualan, arak tersebut dimasukkan dalam botol air mineral 1,5 liter. Botol arak itu lalu dimasukkan lagi dalam kardus besar yang memuat sekitar 16 botol. Informasi dari masyarakat sekitar, pabrik itu tak beroperasi setiap hari. Botol arak yang telah dimasukkan kardus, diambil menggunakan pikap untuk dipasarkan.

Menurut Irawati, operasional pabrik miras itu perlu modal ratusan juta. ”Kalau seperti ini saja, kira-kira Rp 300 juta ke atas kalau dilihat. Tempat penyulingannya Rp 25 juta. Dikali empat, sudah Rp 100 juta. Belum lagi bahannya,” ujarnya.

Irawati mengaku miris karena pabrik itu dibangun di tengah kota. Bahkan, diduga telah beroperasi hingga puluhan tahun. ”Saya prihatin ada pabrik di tengah kota dan masyarakat sekitarnya kok diam saja? Kan tak mungkin tidak mencium baunya. Baunya khas sekali,” ujarnya.

Dari hasil operasi itu, petugas Satpol PP mengangkut sejumlah barang bukti, di antaranya, 10 jeriken, 13 karung gula ukuran 50 kilogram per karung, dan lainnya. Pemkab Kotim menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus tersebut pada aparat Polres Kotim agar pelakunya bisa ditindak secara pidana.

”Kalau hanya pakai perda terlalu ringan. Hanya dikenakan tipiring (tindak pidana ringan). Cuma enam bulan. Dibayar denda, keluar. Akhirnya kita coba pakai UU Perlindungan Konsumen. Ancaman hukumannya bisa 5-15 tahun penjara,” ujarnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

X