KASUS pembunuhan yang terjadi pada minggu kedua Februari 2024 itu telah menggemparkan publik, tak hanya di lingkup PPU. Tetapi, Kaltim dan nasional. Ketua Yayasan Psikologi Clarinta Balikpapan Dwita Salvery turut menanggapi secara psikologis anak terhadap kejadian ini. Menurut psikologi umum, jelasnya, orang yang bisa melakukan perbuatan yang terkesan berdarah dingin itu sebagai sesuatu yang tak masuk akal.
Baca Juga: Nyawa Dibalas Nyawa..!! Keluarga Korban Harap Pembunuh Satu Keluarga Itu Dihukum Mati
“Yang pasti kondisi mentalnya yang tidak sehat. Untuk mengetahuinya maka perlu dicek melalui pemeriksaan psikologis,” kata Dwita Salvery saat dihubungi media ini kemarin. Kemudian, lanjut dia, kejadian tersebut bisa dipengaruhi oleh banyak hal. Ia menyebutkan yang paling utama dan nomor satu adalah pola asuh. “Karena pola asuh itu hal yang utama, dan kita tidak tahu apakah anak ini sejak kecilnya mengalami kekerasan atau melihat kekerasan. Karena ini sudah pasti akan membentuk karakter anak yang kemudian jadi yang seperti itu,” ujarnya.
Meski anak ini sekolah, lanjutnya, akademik itu disebutnya sangat kecil untuk membentuk pendidikan karakter pada anak. Apalagi, kalau tidak berada pada sekolah-sekolah khusus yang memang punya materi character building. Lebih penting lagi adalah peran utama di masa tumbuh kembang anak. “Karena pembentukan karakter paling hebat itu pada golden age, usia emas 0-12 tahun,” katanya. Dalam tanggapannya selama 10 menit itu, ia mengungkap banyak hal, dan dia mengingatkan bahwa peristiwa seperti itu bisa terjadi akibat tontonan di media sosial, dan jangan menganggap remeh permainan (game) yang penuh dengan kekerasan di handphone.
“Game-game seperti itu memicu sekali. Kenapa? Karena lebih memicu daripada film, karena film itu durasinya panjang, dan tidak sepanjang itu isinya kekerasan semua. Sementara game kekerasan isinya ya kalau game kelahi ya kelahi terus. Secara tidak langsung hormon-hormon di otak anak ini terpicu. Jadi, persoalan seperti yang terjadi di Babulu Laut itu dipengaruhi oleh sesuatu yang sangat kompleks” ucapnya.
Senada, psikolog klinis Ayunda Ramadhani menegaskan, sebab seorang anak tega menghilang nyawa seseorang karena faktor pengaruh lingkungan. Mungkin anak itu tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan kekerasan. Atau pernah menjadi korban kekerasan. Sehingga berpengaruh dan membuat proses belajar yang salah. "Sehingga bagi dia saat ada konflik, satu-satunya jalan adalah melakukan kekerasan. Apalagi dia dalam kondisi mabuk juga, jangankan anak, orang dewasa saja tidak akan sadar sepenuhnya ketika melakukan tindakan merusak," katanya.
Baca Juga: Bagaimana Sosok Pembunuh Satu Keluarga di PPU Itu di Sekolah? Begini Kata Kepsek-nya
Lantas apakah ada kemungkinan, pelaku melakukan perbuatan yang sama ketika bebas dari penjara, Ayunda menyebut cukup berpotensi mengulang. Sehingga pelaku tersebut sangat perlu pendampingan psikolog. Perlu belajar bagaimana cara pengelolaan emosi yang baik. "Karena dia makin dewasa kan. Dia perlu mencontoh perilaku yang baik. Proses berpikirnya yang salah tersebut perlu ditata ulang, dengan pendekatan yang baik oleh tenaga profesional. Perlu juga ditelusuri bagaimana peran orangtuanya. Kenapa bisa begitu? Bagaimana orangtuanya mengasuh dia," sambungnya.
Dengan mendapat gambaran-gambaran dari orangtuanya tersebut, diklaim bisa meminimalisasi faktor risiko. Kalau memang pelaku adalah korban KDRT orangtua, maka harus diberikan edukasi ayah dan ibunya. "Sehingga saat dia bebas orangtuanya dapat memberikan arahan yang baik dan tidak justru menjauhi anak. Masyarakat juga harus peduli, dan yang terjadi media sosial komentar netizen itu juga pengaruh. Pengaruh ke psikis pelaku. Bisa jadi dia makin marah dan makin tidak terkendali, toh dia juga distigma pembunuh," harapnya.
Dia berharap, masyarakat sadar dan tidak lagi melakukan perundungan terhadap pelaku. Karena memang terhadap perkara itu perlu pendampingan yang komprehensif. "Dibutuhkan sisi humanis dari penyidik, karena dia masih di bawah umur. Bukan membela, tapi karena dia masih anak-anak," pungkasnya. (riz/k8)
ARI ARIEF