• Senin, 22 Desember 2025

Tujuh Santri Ponpes di Tenggarong Seberang Diduga Dicabuli Pengajarnya, Korban Diancam Hingga Depresi

Photo Author
- Senin, 11 Agustus 2025 | 20:30 WIB
Ilustrasi AI
Ilustrasi AI

TENGGARONG – Setidaknya ada tujuh santri pada sebuah pondok pesantren (Ponpes) di Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) diduga mendapat tindakan pelecehan seksual dari pengajarnya.

Kasus ini dilaporkan oleh Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) pada Senin (11/8) ke Kepolisian Resor (Polres) Kukar. Setelah sebelumnya berusaha melapor ke Polsek Tenggarong Seberang, namun kemudian dialihkan ke Polres Kukar.

Baca Juga: Pemkab Kukar Fasilitasi Mediasi Konflik Agraria di Long Beleh Modang, Tegaskan Tak Ada Kepemilikan Tanah di Kawasan IPPKH

TRC PPA Kaltim yang dipimpin Rina Zainun melapor bersama para korban dan orang tua mereka masing-masing. Untuk meminta keadilan terhadap tindakan tidak senonoh dan menyimpang yang dilakukan oknum ustadz ini. Atas tindakan kekerasan serta pelecehan seksual yang dilakukan kepada anak-anak di bawah umur ini.

Kuasa Hukum TRC PPA Kaltim, Sudirman menjelaskan, kejadian ini sudah terjadi selama beberapa waktu terakhir. Bahkan, terduga oknum pengajar atau ustadz ini juga melakukan tindakan yang sama medio tahun 2021 lalu. Jejak rekam kejadian ini juga terpatri pada pemberitaan yang beredar di media massa.

“Pelaku ini sudah melakukan tindakan yang sama tahun 2021 lalu dan ditangani di Polsek. Namun karena kurangnya bukti dan saksi berujung mediasi. Sekarang korbannya ada tujuh hingga delapan,” tutur Sudirman ke awak media usai melapor ke Polres Kukar didampingi rekan-rekannya.

Dari kejadian tahun 2021 lalu, Sudirman menyebut laporan berujung mediasi. Lantaran kurangnya kesaksian dan bukti, terlebih korban saat itu hanya seorang diri. Sehingga tidak ada korban lain yang berani bersaksi apalagi berbicara.

Saat itu, TRC PPA Kaltim bersikeras bahwa kejadian akan terulang karena oknum tetap mengajar di ponpes tersebut. Dan naasnya, kejadian ini terjadi dan memakan korban lebih banyak di tahun 2025 ini. Yang seharusnya seorang ustadz membagi ilmu agama ke muridnya, ia justru melampiaskan nafsu menyimpangnya dengan tindakan tidak senonoh.

“Kami sangat menyayangkan dan sangat miris atas kasus ini. Andaikan waktu itu pelaku mendapat upaya hukum, tidak ada kejadian sekarang. Tapi tidak bisa kita sesali juga, karena sekarang kita telah melapor,” imbuhnya.

Tindakan miris pelaku jelas Sudirman, seringkali dilakukan di malam hari saat para santri beristirahat. Dari banyak pengakuan korban ke TRC PPA maupun kepolisian, mereka tidak hanya mendapat pelecehan seksual dan tindakan asusila, namun juga kekerasan fisik. Hal ini dikarenakan beberapa korban menolak ajakan oknum, yang berujung kekerasan fisik berupa pemukulan.

Bagai rantai setan, korban yang menolak ajakan tidak senonoh oknum mendapat kekerasan. Kemudian oknum menyuruh korban lainnya sehingga mereka mau, jika tidak maka kekerasan akan terjadi. Bahkan terungkapnya kasus ini diakibatkan salah satu korban yang mengalami depresi hingga keluar ponpes.


Karena kenapa? Salah satu korban yang menjadi korban utama, kenapa kami bilang korban utama, terkait dengan si korban ini tidak terhitung berapa kali kemudian dilakukan pencabulan oleh bersangkutan. Nah ketika dia tidak mau, maka kekerasan itu akan diterima. Nah sehingga yang lainnya pun akhirnya mengikuti apa yang diinginkan oleh si oknum ini, si pelaku ini. Itu yang kemudian membuat ada beberapa korban yang terus terjadi dan terjadi.

“Korban yang trauma dan depresi ini berani berbicara ke orang tuanya, namun ia sudah tidak berani mendengar nama ponpes itu. Keluarga yang bersangkutan dan korban lain pun menemui kami untuk meminta pendampingan secara kelembagaan,” tutur Sudirman.

Mirisnya lagi, terkadang tindakan tidak senonoh ini dilakukan di hadapan korban-korban lain. Namun mereka hanya termangu, tidak bisa bertindak apapun untuk mencegahnya. Lantaran adanya tekanan dari oknum tersebut, yang berani memukul hingga menginjak korban hanya karena menolak ajakan tidak senonohnya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X