“Kalau berbicara tentang pesawat reguler, pastinya yang ada saat ini yaitu Smart Aviation harus hilang dan digantikan. Tapi harus dipastikan dulu keterisian okupansi,” jelasnya.
Baca Juga: Ashitaba, Seledri Jepang dari Malang yang Kini Mendunia, Tembus Ekspor Dengan BRI UMKM Go Global
Ia menambahkan, belum ada maskapai, baik perintis maupun reguler, yang menyatakan minat menambah frekuensi penerbangan ke Maratua karena pertimbangan potensi pasar.
“Okupansi untuk maskapai itu minimal 70 persen harus terisi,” jelas Ferdinan.
Terpisah, Ketua DPRD Berau, Dedy Okto Nooryanto, menyebut keberadaan satu-satunya maskapai yang saat ini melayani rute ke Maratua, masih belum cukup untuk mendongkrak kunjungan wisatawan dalam jumlah besar.
Apalagi kapasitas armada terbatas dan jadwal penerbangan yang tidak setiap hari.
Baca Juga: Intan Vicky Maharani, Perempuan Masa Kini di Tengah Kebun Sawit Grup Astra Agro
“Jangan hanya Susi Air saja. Kita harap ada maskapai lain dengan armada berbeda,” tegasnya.
Ia mengingatkan, tingginya biaya transportasi membuat banyak wisatawan berpikir dua kali untuk datang ke Maratua.
Bahkan beberapa pelaku usaha pariwisata di Maratua mengaku kesulitan mempertahankan pengunjung karena mahalnya biaya perjalanan.
“Kasihan yang sudah investasi di Maratua, tapi yang berkunjung malah kapok karena mahal,” katanya.
Baca Juga: “Jalur Bubur” di Trans Kalimantan yang Ada di Kutai Barat itu Berstatus Jalan Negara
Dedy menyebut, Maratua sempat dilayani oleh Garuda Indonesia lewat kontrak kerja sama, dan itu menjadi bukti bahwa konektivitas langsung sebenarnya bisa diwujudkan.
Ia menilai, langkah tersebut bisa diupayakan kembali dengan skema kemitraan serupa, asalkan pemerintah daerah memiliki komitmen kuat dan jeli melihat peluang pasar.
“Garuda dulu pernah masuk, artinya itu bisa dilakukan kalau ada kemauan,” ujarnya.