PROKAL.CO, TANJUNG REDEB – Kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi untuk nelayan di Kabupaten Berau masih jauh dari kata cukup.
Dinas Perikanan (Diskan) Berau telah mengupayakan penambahan kuota ke pemerintah pusat, namun hingga saat ini belum ada realisasinya.
Sekretaris Diskan Berau, Yunda Zuliarsih, mengatakan kelangkaan kuota BBM bersubsidi untuk nelayan memang sudah menjadi masalah tahunan.
Pihaknya mengaku tidak tinggal diam, namun permohonan yang diajukan belum membuahkan hasil.
“Ini jumlahnya pasti selalu kekurangan. Kita sebenarnya sudah melakukan berbagai upaya untuk menambah kuota BBM," ungkapnya.
Bahkan pihaknya sudah mengajukan kepada Badan Pengatur Hilir (BPH) Minyak dan Gas (Migas) melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kaltim.
Tapi sejauh ini belum dapat dipenuhi. Dirinya tak menampik jika keterbatasan kuota membuat distribusi BBM menjadi tidak merata.
“Kalau kita bicara kuota, memang kurang. Saya kurang ingat jumlah pastinya. Tapi ada nelayan yang dapat dan ada yang tidak. Bukan karena tidak memiliki rekomendasi dari kami, tapi karena kuota terbatas,” jelasnya.
Dari data Diskan Berau, jumlah nelayan di Bumi Batiwakkal saat ini mencapai sekitar 5.000 orang, termasuk anak buah kapal (ABK).
Sementara jumlah kapal yang aktif dan tercatat sebanyak 2.000 unit. Subsidi BBM diberikan berdasarkan unit kapal, bukan jumlah nelayan.
Terkait prosedur pemberian rekomendasi BBM bersubsidi, ia menjelaskan, nelayan harus terlebih dahulu mengajukan permohonan rekomendasi kepada Diskan Berau.
Untuk kapal berukuran 0 sampai 5 gross ton (GT), cukup melampirkan surat keterangan dari kampung. Namun untuk kapal di atas 5 GT, persyaratan ditambah izin operasional dari provinsi.
Diakui Yunda, jumlah kapal berukuran 5 hingga 30 GT tidak banyak, hanya sekitar 170 kapal. Sisanya mayoritas merupakan kapal kecil.
Ia menambahkan, selain meminta tambahakn subsidi berupa pertalite, pihaknya juga telah meminta tambahan jenis BBM subsidi, yakni solar. Tapi karena ada kasus internal Pertamina di awal tahun, pengajuan menjadi tertunda.
"Padahal kami mengajukan sebelum kejadian itu, tapi karena situasi itu, permohonan kita tergeser. Jadi kita harus sabar menunggu," terangnya.
Kendati begitu, ia berharap masyarakat, khususnya nelayan, dapat memahami situasi ini.
Pihaknya terus melakukan koordinasi agar kebutuhan energi nelayan bisa segera terpenuhi.
“Makanya kami hati-hati memberi keterangan, karena kalau salah persepsi bisa menimbulkan pro kontra di masyarakat. Tapi intinya, kami sudah berupaya semaksimal mungkin,” tutupnya.
Kondisi ini turut menjadi perhatian Wakil Ketua II, DPRD Berau, Sumadi. Ia menilai kelangkaan BBM subsidi bisa berdampak besar terhadap kelangsungan ekonomi masyarakat pesisir.
“BBM subsidi itu kebutuhan utama nelayan. Kalau tidak bisa melaut karena tak ada solar, mereka bisa kehilangan mata pencaharian,” tegasnya.
Ia bahkan menyebut ada potensi nelayan beralih profesi jika situasi ini terus berlarut. Sehingga hal ini harus segera diatasi.
Jika terus dibiarkan, bukan hanya produksi ikan yang menurun, tapi juga bisa berdampak pada stabilitas ekonomi daerah.
DPRD, kata Sumadi, siap bersama pemerintah daerah mengajukan tambahan kuota ke BPH Migas. Namun data kebutuhan harus benar-benar akurat.
“Kami pelajari dulu kondisi riilnya. Baru setelah itu kita dorong permintaan tambahan kuota,” jelasnya. (*/aja/far)