BALAI Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Pontianak bersama dokter hewan melakukan bedah bangkai (nekropsi) terhadap seekor buaya muara (Crocodylus porosus) jantan, yang mati usai ditangkap warga di Desa Punggur Besar, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Minggu (09/2).
Buaya dengan panjang sekitar tiga meter itu sebelumnya sempat viral di media sosial karena muncul di pelataran masjid. Spesies reptil dilindungi tersebut berhasil ditangkap warga dan diserahkan ke BPSPL Pontianak untuk dilepasliarkan.
Pada Jumat (07/2), buaya muara tersebut kembali tertangkap warga dengan cara dipancing. Binatang buas itu kembali diserahkan ke BPSPL Pontianak, dalam keadaan terluka pada moncong dan kepala, yang diduga akibat benda tajam. Keesokan harinya, Sabtu (08/2), satwa liar dilindungi itu mati.
Untuk mengetahui penyebab kematian, BPSPL Pontianak bersama tim dokter hewan melakukan bedah bangkai terhadap satwa tersebut. Hasilnya ditemukan mata kail sepanjang kurang lebih 23 centimeter dan gumpalan tali pada perut buaya. Disimpulkan, kematian buaya tersebut akibat luka pada organ dalam perut buaya, yang disebabkan mata kail.
Kepala BPSPL Pontianak Iwan Taruna Alkadrie saat dikonfirmasi membenarkan adanya peristiwa kematian buaya tersebut. Iwan mengatakan, sebelumnya pihak BPSPL Pontianak mendapat laporan dari warga terkait keberadaan buaya muara yang ditangkap warga di Desa Punggur Besar, Kecamatan Kakap, Kabupaten Kubu Raya.
Dari laporan tersebut, pihaknya langsung menerjunkan tim ke lokasi untuk melakukan evakuasi.
“Kami mendapat informasi dari masyarakat, terkait dengan keberadaan buaya itu. Karena ini laporan dari masyarakat, kami coba untuk membantu,” kata Iwan saat dikonfirmasi Pontianak Post, Senin (10/2).
Menurutnya, penanganan buaya tersebut merujuk adanya peralihan pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa liar (TSL) perairan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), berdasarkan pasal 5A ayat 7 Undang Undang Nomor 32 tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya.
Namun, kata Iwan, saat ini Undang-Undang tentang KSDAE tersebut masih dalam pembahasan di Mahkamah Konstitusi (MK), karena adanya permohonan gugatan oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil.
Menurutnya, penanganan buaya tersebut merujuk adanya peralihan pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa liar (TSL) perairan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), berdasarkan pasal 5A ayat 7 Undang Undang Nomor 32 tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya.
Namun, kata Iwan, saat ini Undang-Undang tentang KSDAE tersebut masih dalam pembahasan di Mahkamah Konstitusi (MK), karena adanya permohonan gugatan oleh sejumlah organisasi masyarakat sipil.
“Sampai sekarang belum ada putusan. Masih putusan sela,” katanya. Untuk itu, pihaknya terus melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak, termasuk BKSDA dalam hal penanganan TSL tersebut. (*)