Berangkat dari seorang petani teladan di suatu desa di Kecamatan Parenggean, Kabupaten Kotawaringin Timur, Paryono dikenal karena karyanya mengubah limbah sawit menjadi pakan ternak sapi. Berikut kisahnya.
HENY, Sampit
Berawal dari petani hortikultura sejak tahun 1995 silam, mengantarkan Paryono menjadi petani sukses. Warga perantauan Jawa Tengah ini memulai usahanya menjadi petani dengan memanfaatkan lahan seluas dua hektare yang diberikan cuma-cuma dari pemerintah untuk warga transmigran.
Kepada Radar Sampit, Paryono bercerita, awal mula dia menjejakkan kaki di Bumi Habaring Hurung pada tahun 1991, di Desa Karang Sari, Kecamatan Parenggean.
”Awal merantau tidak langsung menjadi petani, saya bekerja dulu ikut pengusaha kayu yang saat itu sedang pesat perkembangannya,” kata pria kelahiran Grubugan, 14 Februari 1972 ini.
Menjadi buruh kayu tak membuatnya bertahan lama. Dia pindah ke Desa Sumber Makmur. Masih di kecamatan yang sama. Sejak itulah dia mulai memanfaatkan lahan yang tersedia untuk digarap menjadi ladang mata pencaharian.
Paryono menyulap lahan seluas dua hektare menjadi tanaman hortikultura seperti, sawi, terong, cabai, padi, timun, kacang panjang, kacang kedelai, jagung, dan aneka jenis tanaman lainnya.
”Tanaman ini saya tanam secara bergantian menyesuaikan musim,” ujarnya.
Setelah sekian lama menjadi petani, dia tertarik menjadi peternak sapi. Paryono kemudian datang ke Dinas Pertanian dan menyampaikan keinginan dan tekadnya dengan harapan dapat dibantu pemerintah kabupaten berupa sapi yang bisa diternakan.
”Setelah saya sampaikan keinginan dan niat saya untuk untuk usaha ternak, saya kemudian diarahkan masuk ke kelompok tani bernama Maju Jaya di Desa Sumber Makmur,” katanya.
Di tahun yang sama, pemerintah memberikan bantuan berupa 55 ekor sapi yang dibagi rata untuk semua anggota di kelompok tani Maju Jaya. Bantuan tersebut diperolehnya melalui dana anggaran pendapatan belanja negara perubahan (APBN-P) pada tahun 2010.
”Dari bantuan APBN-P itu, saya kebagian mendapat dua ekor sapi dan baru terealisasi di tahun 2011. Dari bantuan tersebut, kami yang termasuk dalam anggota kelompok tani mulai memelihara bersama,” katanya.
Hal berkesan di tahun 2012 kembali mengingatkan kenapa dia bisa sampai menjadi petani sukses seperti sekarang.
Dia menuturkan, tahun 2012 lalu ada program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kalteng.
“Mereka saat itu datang mengadakan pembinaan dan pelatihan dan mengenalkan pengolahan pakan ternak sapi yang berasal dari limbah sawit,” katanya.