Perjalanan penanganan kasus Juwita korban dugaan pembunuhan oleh oknum TNI bernama Jumran masih berlangsung. Terbaru penyidik Denpomal Lanal Banjarmasin melakukan pemeriksaan terhadap Subpraja Ardinata yang merupakan kakak kandung Juwita.
Pemeriksaan berlangsung sejak pukul 10.00 Wita hingga sekitar pukul 14.00 Wita. Subpraja datang didampingi Tim Aliansi Untuk Keadilan (AUK) Juwita. "Untuk hari ini, saksi dari kakak korban. Ada 31 pertanyaan dilontarkan oleh penyidik terkait seputar kronologis dari awal hingga setelah kejadian," ungkap kuasa hukum keluarga korban, Muhammad Pajri, seusai keluar ruang penyidik.
Baca Juga: Ternyata Pria Ini Sudah 4 Kali Menjambret di Tarakan, Hasilnya Digunakan Bermain Judi Slot
Pertanyaan itu seputar perkenalan sejak kapan dengan tersangka? Lalu pernah apa tidak berkomunikasi dengan tersangka? “Hingga kapan melihat korban, dan kapan mengetahui adanya kejadian itu," sambungnya.
Dikatakan Pajri, Subpraja ini baru dijadikan saksi karena di kepolisian belum pernah dilakukan pemeriksaan terhadapnya. "Di sini dimintai keterangan untuk menguatkan dalam hal fakta sebenarnya terkait dengan dugaan pembunuhan berencana yang dilakukan tersangka," terangnya.
Soal dugaan pemerkosaan, kata Pajri, dari hasil diskusi tim kuasa hukum dengan penyidik bahwa telah diminta untuk dilakukan tes DNA terhadap sperma yang ada pada korban. "Itu sudah diproses. Info penyidik sekitar 10 atau 11 April, dokternya baru ada, dan akan dikirim ke Labforensik Jakarta. Mudah-mudahan hasilnya dapat kita kawal bersama," ujarnya.
Pajri menegaskan kasus ini semakin kuat mengarah pada dugaan pembunuhan berencana. Ada beberapa bukti. Mulai dari pemesanan tiket, dan itu juga terlihat dari berbagai adegan rekonstruksi pada Sabtu (5/4) tadi. Kemudian penggunaan sarung tangan, dan membeli air untuk menghilangkan sidik jari, seolah-olah membuatnya seperti kecelakaan saja. "Jadi banyak hal-hal yang sifatnya memang benar-benar terencana," nilainya.
Dari hasil diskusi dengan penyidik pula diketahui ternyata satu bulan sebelum kejadian itu, bahkan bisa lebih, sudah direncanakan oleh tersangka untuk melakukan pembunuhan berencana terhadap korban. “Itu yang luar biasa membuat kaget,” katanya.
Namun, sampai saat ini pihak kuasa hukum korban belum mendapatkan motif pembunuhan. "Kami tidak berkomunikasi langsung dengan tersangka. Motif itu baru diketahui setelah BAP dari penyidik kepada tersangka,” katanya.
Pajri menyebut jika benar ini pembunuhan berencana maka ancamannya sampai dengan hukuman mati. “Hukumannya (dapat, red) diperberat, karena tersangka merupakan aparat hukum," tekannya.
Sampai saat ini, penyidik telah melakukan pemeriksaan sebanyak 12 saksi. Sementara berkaitan dengan alat bukti handphone pelaku, dan tas milik korban belum ditemukan. "Satu handphone tersangka dan satu milik korban, serta tasnya tidak ditemukan. Yang disita handphone lain milik pelaku yang dibawa saat beraksi. Sedangkan handphone utamanya yang ditinggal di Balikpapan itu diduga dibuang," tuturnya.
Fakta lain sehari setelah peristiwa terjadi, Jumran telah mengirimkan uang melalui rekening kakak korban. "Uang itu sebagai ucapan belasungkawa dari tersangka J dikirimnya sehari setelah kabar kematian Juwita," beber Slamet Pambudi, kuasa hukum keluarga korban lainnya dari AUK (Aliansi untuk Keadilan) Juwita.
Uang tersebut diberikan bertahap. Masing-masing sebesar Rp1 juta oleh tersangka, dan orang tuanya. Sehingga totalnya mencapai Rp2 juta. "Uang itu kami ketahui dikirim 23 Maret lalu, sehari setelah korban dikabarkan meninggal dunia," terang Slamet Pambudi.