PROKAL.CO, TANJUNG REDEB – Terbatasnya jumlah pabrik kelapa sawit di Kabupaten Berau membuat sebagian besar petani rakyat memilih menjual hasil panen mereka ke daerah tetangga, Kutai Timur (Kutim).
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Berau, Lita Handini.
Baca Juga: Investasi di Kabupaten Berau Menurun, Gara-garanya Ini
Menurut Lita, kondisi tersebut sudah menjadi perhatian Disbun karena memengaruhi harga tandan buah segar (TBS) yang diterima petani.
“Ada banyak petani yang akhirnya menjual ke Kutim karena di sana jumlah pabriknya jauh lebih banyak dibanding di Berau. Persaingan harga juga lebih tinggi, sehingga mereka bisa mendapatkan harga yang lebih bagus,” jelasnya, Jumat (11/4/2025).
Dari data yang ada jumlah pabrik kelapa sawit di Berau tercatat 14 unit. Idealnya, untuk setiap 6.000 hektare lahan sawit, satu pabrik dibutuhkan agar distribusi TBS bisa optimal.
Namun, berdasarkan data statistik, luas kebun sawit di Berau mencapai 150.000 hektare, yang artinya jumlah pabrik saat ini masih jauh dari cukup.
Baca Juga: PLN Bergerak Cepat, Travers Tower dari Mantuil Dibongkar untuk Pulihkan Kelistrikan Muara Teweh
“Makanya, banyak TBS kita lari ke Kutim. Di sana ada sekitar 40 pabrik, jadi harga lebih bersaing dan petani kita tertarik menjual ke sana. Bahkan dari Kecamatan Biatan dan Kelay, cukup banyak petani yang memilih opsi itu,” ungkapnya.
Ia juga mengakui, ada sejumlah aduan dari petani mengenai harga beli TBS dari beberapa pabrik di Berau yang dinilai terlalu rendah.
Menanggapi hal itu, pihaknya terus melakukan pembinaan terhadap pabrik-pabrik di Berau agar bisa memberikan harga yang lebih layak.
“Memang tidak bisa disamaratakan, ada pabrik yang membeli lebih tinggi, ada yang lebih rendah. Tapi kami terus mendorong agar semua bisa memberikan harga terbaik untuk petani," katanya.
Baca Juga: Bandara SAMS Sepinggan Layani 374 Ribu Penumpang selama Arus Mudik Lebaran 2025
"Salah satu kendalanya memang jumlah pabrik yang terbatas, terutama di wilayah pesisir seperti Biatan dan Talisayan,” sambungnya.