“Kalau berbicara pertambangan, pasti ada dampak. Tapi yang penting bisa dikendalikan. Kebutuhan akan material seperti pasir ini nyata, dan daerah kita punya potensi itu,” ucapnya.
Ia juga menyinggung soal kondisi sungai di Berau yang sudah lama tidak tersentuh normalisasi. Aktivitas pertambangan yang tertata dengan baik, menurutnya, bisa mendukung upaya pengerukan atau perbaikan alur sungai.
Baca Juga: Hindari Jerat Hukum, Bupati Berau Ingatkan Kepala Kampung untuk Kelola Dana Desa yang Benar
“Justru dengan penggalian yang legal dan terkendali, kita bisa mendorong normalisasi sungai,” pungkasnya.
Sebelumnya, DPRD Berau menggelar rapat dengar pendapat (RDP) membahas kelangkaan material pasir dan koral di daerah, Selasa (8/7/2025).
RDP itu menjadi wadah pembahasan terbuka antara wakil rakyat, organisasi perangkat daerah (OPD), dan para pelaku usaha galian C.
Dalam pertemuan tersebut, sejumlah persoalan yang menghambat legalisasi usaha penambangan rakyat diungkapkan secara terbuka. Ketua Komisi II DPRD Berau, Rudi Parasian Mangunsong, menyampaikan akar persoalan yang menyebabkan sulitnya pasokan pasir dan koral bermuara pada proses perizinan yang belum tuntas.
“Semua persoalan ini kembali ke soal perizinan. DPRD akan terus bersama para pekerja pasir hingga ada titik terang sesuai harapan mereka," ungkapnya.
Rudi menekankan, legalitas bukan hanya soal kepatuhan terhadap aturan, tetapi juga bentuk perlindungan hukum bagi para pekerja.
Menurutnya, dengan status legal, penambang tidak hanya merasa aman, tetapi juga bisa berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pertambangan rakyat.
Pihaknya akan menjadwalkan pertemuan lanjutan untuk memastikan adanya tindak lanjut konkret dari pihak-pihak terkait. Ia berharap, sinergi antarlembaga dapat terbangun kuat agar proses legalisasi galian C tidak terus tertunda.
“Harus ada langkah nyata dari OPD. Karena bagaimanapun, galian C yang legal dan berkelanjutan sangat dibutuhkan untuk mendukung pembangunan di Kabupaten Berau,” tambahnya. (aja/far)