Aula Desa Tanjung Lokang menjadi tempat penyambutan masyarakat Dayak Punan kepada tim ekspedisi budaya dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalbar, di malam itu. Ada banyak hal disampaikan masyarakat setempat. Salah satunya, permintaan masyarakat agar Desa Tanjung Lokang bisa memiliki SMP
Mirza Ahmad Muin, Tanjung Lokang
MATA Rita berkaca-kaca ketika mendengar bagaimana perjuangan anak-anak Desa Tanjung Lokang meraih pendidikan. Mereka harus berjuang lebih ekstra ketimbang anak perkotaan. Kondisi geografis Desa Tanjung Lokang begitu esktrem untuk dilalui. Alhasil hanya jalur sungailah untuk mereka menuju Putussibau maupun sebaliknya.
Namun untuk menuju kesini tidak hanya membutuhkan nyali besar saja. Biaya yang dikeluarkan masyarakat Desa Tanjung Lokang untuk pulang pergi juga terlampau besar. Untuk ongkos perahu saja, sekali pergi bisa mengeluarkan biaya PP belasan juta. Setidaknya untuk sekali berangkat untuk membeli kebutuhan pokok harus menyiapkan biaya puluhan juta.
Baca Juga: Ekspedisi Budaya Menuju Ujung Kapuas Hulu, Desa Tanjung Lokang, Ada Kado Sepatu Buat Anak SD 11
Di sektor pendidikan, Rita telah mendengar bagaimana kepala desa, tokoh masyarakat, kepala sekolah SD 11 Tanjung Lokang dan masyarakat mesti mengeluarkan tenaga esktra baik fisik, waktu dan materi untuk bagaimana caranya agar anak-anak Tanjung Lokang bisa melanjutkan pendidikan menengah pertama.
Kondisinya saat ini tak semua orang tua di Desa Tanjung Lokang mampu melanjutkan pendidikan anak-anaknya ke jenjang menengah pertama. Persoalannya terletak pada ketiadaan SMP di desa yang tak jauh dari Provinsi Kalimantan Timur itu. Sehingga, untuk melanjutkan SMP, anak-anak Tanjung Lokang harus ke Putussibau. Delapan jam dari kampung.
Baca Juga: Meniti Bebatuan, Mendaki Bukit Hingga Menarik Perahu di Riam Bakang
Mau tak mau, anak-anak Tanjung Lokang harus kos atau tinggal di asrama di Kota Putussibau. Bagi anak Tanjung Lokang yang memiliki keluarga di Putussibau akan lebih beruntung. Karena mereka bisa dititipkan di rumah keluarganya. Akan lebih menantang jika mereka tidak memiliki keluarga di Putussibau. Dengan usia yang baru tamat SD, kemudian mereka mesti ngekos atau tinggal di asrama tentu akan membahayakan anak-anak Tanjung Lokang. Jika salah pergaulan mereka justru akan terjerumus ke hal negatif. Bahkan tak ditutupi cita-cita melanjutkan SMP bisa pupus di depan mata.
Penuturan masyarakat setempat, dari seratus persen anak-anak Tanjung Lokang yang menamatkan SD, hanya lima puluh persen melanjutkan ke jenjang menengah pertama. Sedangkan lima puluh persennya lagi tak dilepas orang tua untuk melanjutkan sekolah ke Putussibau. Alasan orang tua rerata sama. Takut melepaskan anak di bawah umur untuk melanjutkan pendidikan di kota. Alhasil, merekapun terhenti pendidikannya.
Malam penyambutan tim ekspedisi budaya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalbar kembali mendengar fakta tersebut. Kepala Desa Tanjung Lokang Martinus menuturkan bahwa anak-anak Tanjung Lokang ingin sekolah setinggi-tingginya. Mereka memiliki cita-cita tinggi. Namun karena aspek kemampun perekonomian masyarakat dan beberapa faktor lainnya, membuat langkah anak Tanjung Lokang terhenti sampai di pendidikan dasar. “Di sini hanya ada SD, untuk melanjutkan SMP harus ke Putussibau. Disana mereka mesti kos atau tinggal di asrama. Lantas bagaimana kami (orang tua) mau mengontrol anak-anak kami disana,” ungkapnya.
Hadirnya Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Kalbar beserta tim ke sini harapannya bisa menjadi jembatan agar ke depan Desa Tanjung Lokang bisa memiliki SMP. Kalaupun tidak memiliki gedung, bisa dibuatkan sekolah satu atap. Sehingga anak-anak SD yang lulus bisa melanjutkan jenjang menengah pertama di Desa Tanjung Lokang. Tidak lagi bersusah payah ke Putussibau. “Kami tidak ingin ada anak putus sekolah di sini,” ungkapnya.
“Dinas Pendidikan Provinsi Kalbar kewenangannya adalah SMA/SMK. Kalau SD dan SMP ada di Kabupaten Kota. Namun persoalan ketiadaan SMP di Tanjung Lokang akan saya komunikasikan dan koordinasikan pada Kabupaten Kapuas Hulu. Semestinya ini bisa diwujudkan,” ujar Rita.
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.