Terlebih lagi, dengan status Abd al-Rahmân Shiddîq sebagai ulama laki-laki, tentu bukanlah suatu yang main-main jika ia menyatakan bahwa kitab Parukunan Melayu merupakan karya seorang ulama perempuan untuk memberikan kesaksian yang sebenarnya.
“Beliau (Fatimah binti Syekh Abdul Wahab Bugis) sengaja menyembunyikan dirinya di balik nama paman, yakmi H Jamaluddin yang saat itu merupakan Mufti Kesultanan Banjar. Hingga akhirnya dikenal sebagai Parukunan Jamaluddin,” katanya.
Fatimah binti Abdul Wahab Bugis diperkirakan wafat pada 1828 M, ketika berumur 53 tahun. Jenazahnya kemudian dimakamkan di kompleks pemakaman Desa Tungkaran, Kecamatan Martapura, satu kompleks dengan makam ayah dan ibunya.
Meskipun telah lama meninggalkan dunia fana, nama Fatimah akan terus dikenang oleh generasi sesudahnya.
Sebab lewat karya tulisnya, yakni Kitab Parukunan Jamaluddin Fatimah telah membangun tradisi baru pada zamannya, menegaskan penolakan terhadap pengobjekan dan diskriminasi terhadap perempuan.(*)
Data Diri
Nama : Fatimah
Ayah : Syekh Abdul Wahab Bugis
Ibu : Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari
Kakek : Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (Datu Kelampayan)
TTL: Martapura, Tahun 1775 Masehi
Wafat: Tahun 1828 M (53 tahun).
Aktivitas: Pengajar Santri Perempuan
Karya: Kitab Parukunan Melayu atau Parukunan Jamaluddin. Kitab ini digunakan di berbagai negara, termasuk Malaysia, Thailand, Vietnam, Filipina, Kamboja, dan Burma. Fatimah Al-Banjari telah meninggalkan warisan yang mendalam dalam sejarah pendidikan Islam di Asia Tenggara.