Oleh: Dadang Ari Murtono
Seorang lelaki jatuh cinta kepada seorang perempuan. Sayangnya, si perempuan tidak memiliki perasaan serupa. Masalahnya, si perempuan adalah tipe orang yang tidak bisa mengatakan tidak. Ia gampang sungkan dan tidak bisa menyakiti orang lain. Karena itulah, setiap kali si lelaki mengajaknya keluar untuk makan atau sekadar jalan-jalan, si perempuan selalu mengangguk. Dan itu membuat si lelaki yakin bahwa si perempuan juga mencintainya.
Lantas pada suatu hari, si lelaki berencana mengutarakan perasaannya secara langsung dan meresmikan hubungan mereka.
Ia menelepon si perempuan. “Ada sesuatu yang ingin aku katakan,” kata si lelaki dari ujung sambungan. “Sesuatu yang penting. Bisakah kita ketemu?”
Si perempuan, di ujung lain sambungan, merasa dadanya berdegup kencang. “Ini sudah terlalu jauh,” pikir si perempuan. “Aku tahu apa yang akan ia katakan. Aku tidak boleh menemuinya.”
Namun si perempuan menjawab iya.
“Baiklah kalau begitu,” seru si lelaki. “Besok ya…”
Dan si perempuan kembali menjawab iya.
Malam harinya, si perempuan tidak bisa tidur. Ia mondar-mandir di kamarnya dan mengutuki dirinya sendiri.
“Seharusnya aku tidak bersikap manis kepadanya,” gumam si perempuan. “Ini semua kesalahanku.”
Dan ia memikirkan cara paling baik untuk menolak pernyataan cinta si lelaki esok hari.
“Aku akan langsung mengatakan tidak,” gumamnya. “Singkat dan jelas.”
Si perempuan kemudian berdiri di depan cermin besar dan mengucapkan kata “tidak” berkali-kali. Ia mengucapkan kata tersebut dalam beragam intonasi dan gestur. Namun pada akhirnya ia menggeleng.